[ad_1]
HalloKampus.com, Jakarta- Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) masih menunggu sanksi yang bakal diberikan oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Sanksi kemungkinan bakal dijatuhkan setelah FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengaku belum mengetahui secara pasti hukuman yang akan diberikan FIFA kepada Indonesia.
“Khusus untuk sanksi, tentu juga ada sanksi ringan ya seperti administrasi atau pergantian apa saya belum tahulah. Cuma yang penting jangan yang sangat beratlah. Sanksi terberat tentu ini yang kita tidak harapkan kalau kita tidak bisa ikut kompetisi secara maksimal di seluruh dunia sebagai tim nasional ataupun sebagai klub. Juga ini akan menjadi sebuah kemunduran buat sepak bola Indonesia,” kata Erick dalam keterangan pers usai bertemu Presiden Jokowi di Istana, Jumat (31/3/2023).
Erick mengatakan potensi sanksi muncul selepas FIFA bersurat kepada Presiden Jokowi mengenai keputusan pembatalan sebagai tuan rumah.
Erick menyebut setelah membaca surat dari FIFA, dirinya langsung ditugaskan presiden untuk menyelesaikan cetak biru transformasi persepakbolaan tanah air. Menurutnya, masalah transformasi sepak bola nasional bakal dipertanyakan FIFA dan juga menjadi pertimbangan pemberian sanksi.
“Salah satu saya rasa, saya enggak baca suratnya presiden FIFA kepada Bapak Presiden. Mungkin ya salah satunya presiden FIFA mempertanyakan ini transformasi sepak bola Indonesia serius atau tidak,” tutur Erick.
“Makanya presiden langsung menyusulkan saya segera menyelesaikan peta biru sepak bola Indonesia untuk disampaikan di FIFA, mungkin ada kaitannya dengan dengan surat tersebut. Saya enggak, enggak dapat soalnya isi suratnya,” imbuhnya.
Baca juga:
Sebelumnya, FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Keputusan diambil federasi seiring polemik yang muncul terkait keikutsertaan Tmnas Israel dalam perhelatan akbar sepak bola kelompok usia yang digelar tiap dua tahun tersebut.
Kehadiran timnas Israel di tanah air ditolak sejumlah macam ormas, partai politik, hingga pejabat seperti Gubernur Bali I Wayan Koster, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Editor: Resky Novianto
[ad_2]