[ad_1]
Sidoarjo– Tarian khas Banyuwangi “Tari Gandrung”, mengawali pembukaan kegiatan Gelar dan peragaan Warisan Budaya di Museum Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Jawa Timur di Rumah Majapahit UPT Museum Negeri Mpu Tantular, Kamis (24/3) Malam.
Kepala UPT Museum Negeri Mpu Tantular Dra Nina Rossana, M.Si dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk informasi tentang keberadaan koleksi yang dimiliki museum dan bagaimana cara menyampaikannya kepada masyarakat. Seperti diketahui Gandrung adalah salah satu kesenian dari daerah Banyuwangi yang telah dicatat sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, dan museum memiliki koleksi alat peraga kesenian Gandrung Banyuwangi.
Sementara itu, Pimpinan Sanggar Sayu Wiwit Bapak Jajulaidik S.Pd yang menjadi penampil dalam kegiatan ini menyampaikan synopsis dari pagelaran Gandrung “Meras Gandrung”. Selanjutnya beliau juga mengajak generasi muda untuk melestarikan kebudayaan leluhur dan berperan aktif dalam kegiatan kesenian “Kalau bukan kita siapa lagi, kalau buka sekarang kapan lagi”.
Meras Gandrung merupakan ritual yang menandai bahwa seseorang sudah dinyatakan lulus dan siap melakukan pementasan tari gandrung secara utuh. Menjadi seorang gandrung tidak sekedar menarikan tari gandrung. Ia perlu latihan secara khusus dari gandrung yang lebih dulu ada. Latihan tersebut terdiri dari rangkaian latih gerak, olah suara, dan tradisi yang meliputi gandrung. Gandrung masyhur sebagai ikon Banyuwangi. Meras di sini adalah sesaji. Tidak ada panduan teks tertulis tentang tata cara meras. Secara lisan, gandrung satu menurunkan tradisi tersebut kepada gandrung generasi berikutnya. Pada zaman dahulu, seorang gandrung bukan hanya sebagai penari atau penghibur. Ia juga sebagai juru penyembuh dari penyakit, baik secara medis maupun non medis.
Untuk menjadi seorang gandrung, ia harus berlatih gerak tari secara rutin. Ia juga perlu berbagai asupan. Asupan dapat berupa bahan-bahan dari alam untuk kebugaran tubuh gandrung. Hal tersebut sangat penting karena seorang gandrung dituntut untuk selalu tampil prima selama semalam suntuk. Ia juga harus memiliki suara yang sesuai dengan pakem gending-gending yang dinyanyikan selama pertunjukkan. Salah satu asupan dari alam untuk gandrung adalah pupuh (gurah). Ia menjalani pupuh oleh gurunya yang bertujuan membersihkan saluran pernapasan gandrung agar suaranya nyaring. Pupuh yang dimaksud adalah mengeluarkan lendir dari hidung gandrung. Asupan lain dari guru gandrung adalah mantra-mantra yang harus dhafalkannya. Mantra tersebut adalah bagian dari tembang juga merupakan bentuk doa kepada Tuhan. Jika semua itu sudah dilakukan dan dipenuhi, pelaksanaan meras menandai keberhasilan gandrung.
Kini prosesi meras gandrung atau wisuda gandrung tidak hanya diwujudkan dalam ritual. Rangkaian pelaksanaan meras ditampilkan dalam sebuah pertunjukkan sendratari. Sendratari Meras Gandung menggambarkan urutan dari waktu belajar hingga lulus dan diwisuda menjadi gandrung.. (IP)
[ad_2]
BACA Selengkapnya KLIK DISNI