[ad_1]
HalloKampus.com, Jakarta – Pada 2018, Indonesia menerbitkan jenis surat berharga baru bernama green sukuk. Ini surat berharga negara berbasis syariah pertama di dunia yang berfokus pada proyek-proyek pelestarian lingkungan.
Awalnya, pemerintah menerbitkan green sukuk global yang menyasar korporasi. Kemudian, dirilislah green sukuk ritel atau Sukuk Tabungan guna memperluas basis investor. Penjualan green sukuk ritel terakhir atau Sukuk Tabungan (ST009) pada 2022 lalu tembus Rp10 triliun.
Menurut Islamic finance specialist Greget Kalla Buana, mayoritas pembeli green sukuk ini berasal dari generasi milenial. Ini didorong meningkatnya minat dan keberpihakan kalangan muda terhadap lingkungan.
Kelebihan lain green sukuk adalah sifatnya yang inklusif, sebab tak hanya muslim yang boleh membelinya. Greget menyebut konsep keuangan syariah yang melandasi green sukuk juga lebih menguntungkan dan resilient, karena tak akan merugikan salah satu pihak.
“Misalnya kalau saham syariah itu kan ada batasan rasio utang berbasis bunga per 5 persen. Nah, jadi sebenarnya secara logis itu masuk akal, kenapa orang pada milih ke sana,” ujar jelas Greget.
Menurut Greget, populernya green sukuk menunjukkan profil risiko investor di tanah air, rata-rata cenderung konservatif atau moderat. Investasi green sukuk yang diterbitkan pemerintah ini dijamin undang-undang sehingga minim risiko.
“Itu 51% underlying asset yang mendasari penerbitan sukuk dari aset pemerintah, yang 49% itu proyek. Dari sini kita bisa melihat bahwa kayaknya lebih aman, karena dia bukan sekadar utang yang tanpa jaminan apa-apa,” jelas Greget.
Baca juga:
Mobil Listrik Ramah Lingkungan dan Kantong, Emang Iya?
Green Investment: Investasi Ramah Cuan, Lingkungan, dan Sosial
[ad_2]