[ad_1]
Pernah mendengar tentang bakso yang terbuat dari daging Mamut, sejenis gajah berukuran besar yang berbulu, dengan punggung miring dan memiliki gading panjang yang melekung dari zaman Pleistosen, yang kini sudah punah?
Ini bukan “April Fool,” atau olok-olok tanggal 1 April. Ini sungguhan! Bakso Mamut ini terbut dari daging hasil budidaya yang menggunakan urutan genetik mastodon yang sudah lama punah. Daging yang dibudidayakan atau juga disebut sebagai daging berbasis sel, terbuat dari sel hewan tersebut.
Kita tidak perlu membunuh hewan ini untuk mendapatkan dagingnya. Suatu hal yang menurut para pendukung teknik ini akan berdampak positif tidak saja untuk hewan tersebut, tetapi juga lingkungan.
Jika Disetujui Parlemen, Italia Mulai Larang “Makanan Sintetis”
Tetapi pemerintah Italia telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk melarang makanan dan daging yang diproduksi di laboratorium. Jika RUU ini disetujui di parlemen, maka apa yang disebut sebagai “makanan sintetis” akan benar-benar dilarang, baik untuk dikonsumsi manusia maupun hewan.
Dalam konferensi pers minggu ini, Menteri Pertanian Italia Francesco Lollobrigida mengatakan, “Ini adalah langkah pertama di tingkat internasional. Italia adalah negara pertama yang menolak apa yang disebut sebagai makanan dan daging sintetis, dan melakukannya lewat langkah formal. Kami percaya ini merupakan produk hukum yang penting.”
Sejumlah perusahaan rintisan di seluruh dunia telah mengembangkan makanan buatan laboratorium, dari daging ikan salmon hingga steak.
Lab-Grown Meat atau Daging Buatan Laboratorium, Daging Masa Depan?
Daging buatan laboratorium adalah daging yang tidak berasal dari pemotongan hewan dan dibuat dengan cara mengambil stem-cell atau sel punca dari otot hewan yang masih hidup, lalu ditumbuhkan di laboratorium dengan pemenuhan gizi.
Pendiri perusahaan rintisan Australia, Vow, Tim Noakesmith, yang menciptakan bakso Mamut, mengatakan ia ingin mengilhami orang-orang tentang daging di masa depan.
“Kami ingin membuat orang-orang bersemangat dengan makanan di masa depan, yang berbeda dengan yang kita miliki sebelumnya. Yaitu sesuatu yang unik dan lebih baik dibanding daging yang kita makan sekarang, dan kami pikir daging Mammoth akan membuka diskusi ini dan membuat orang-orang bersemangat tentang teknik baru ini di masa depan,” jelasnya.
Pakar Teknologi Pangan di La Sapienza University of Rome, Emanuelle Zannini, mengatakan ada beberapa manfaat dari daging buatan laboratorium.
“Dari segi gizi, saya tidak dapat mengatakan adanya perbedaan substansial apapun karena kita bicara tentang daging yang utuh. Jelas ini adalah daging yang dapat diatur jumlah dan kualitas lemaknya, sehingga dapat disesuaikam dengan kebutuhan. Tentu saja daging ini bebas antibiotik. Ini merupakan elemen yang tidak boleh diremehkan ketika kita menganalisis dan mempertimbangkan kelayakan daging buatan laboratorium ini, mengingat keberadaan antibiotik dalam daging adalah masalah utama di sektor peternakan,” jelasnya.
Zannini menjelaskan bahwa dalam pengaturan laboratorium yang terkontrol, ada lebih banyak produk yang seragam dan hal ini akan membuat produksi menjadi sangat lokal (hyper-local) dan mengurangi biaya transportasi.
“Keuntungannya banyak! Pada dasarnya ada aspek yang dapat disorot, yaitu fakta bahwa produksi daging buatan laborium ini dikembangkan dalam sistem yang terkendali dan karenanya variabilitas lingkungan tidak mempengaruhi produktivitas sistem ini. Produksi ini dapat dilokalisasi kembali ke tempat yang dekat dengan daerah pemukiman, dapat bersifat modular dan dapat ditingkatkan sesuai permintaan sesungguhnya, sehingga mengurangi biaya transportasi,” imbuhnya.
Italia Yakin Daging Buatan Laboratorium Akan Bunuh Industri Pertanian dan Peternakan
Namun Menteri Pertanian Italia Francesco Lollobrigida mengatakan pemerintah tetap ingin melindungi kesehatan warga, dan sekaligus industri pertanian dan peternakan Italia. Terlebih daging buatan laboratorium itu tidak banyak melindungi budaya dan tradisi Italia, yang terkait erat dengan makanan, anggur dan produksi pertanian.
RUU itu sangat didukung kuat para petani Italia yang melobi Coldiretti, suatu asosasi petani dan peternak Italia.
Jika disetujui menjadi undang-undang, aturan ini akan menerapkan larangan total produksi, penjualan, impor dan komersialisasi makanan yang diproduksi di laboratorium. Mereka yang melanggar akan dikenai denda hingga 60.000 euro atau hampir sekitar satu miliar rupiah.
Lollobrigida menambahkan aturan hukum itu juga ditujukan untuk mencegah apa yang disebutnya sebagai “ketidakadilan sosial” di pasar pertanian. “Kami juga melihat adanya risiko ketidakadilan sosial yang sudah ada di sebagian masyarakat kita, terkait pola makan, di mana orang-orang kaya dapat makan lebih baik, sementara orang miskim hanya makan makanan berkualitas sangat rendah sehingga menimbulkan dampak pada kesehatan mereka,” jelasnya.
Makanan Buatan Laboratorium Lebih Baik Bagi Pertanian?
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Mereka yang mendukung makanan buatan laboratorium mengatakan teknik ini lebih baik bagi lingkungan dibanding metode pertanian intensif yang selama ini digunakan. Saat ini miliaran hektar tanah digunakan untuk pertanian di seluruh dunia.
Stella Child, pakar biokimia di Good Food Institute, sebuah badan penelitian dan pengembangan yang mengembangkan sumber protein alternatif, mengatakan permintaan makanan buatan laboratorium kini meningkat.
“Di banyak tempat, permintaan produk makanan buatan laboratorium menguat dan terus meningkat. Tetapi kami melihat daging budidaya ini merupakan bagian penting dari transformasi sistem pangan menuju daging yang lebih berkelanjutan. Sebagian karena berpotensi untuk benar-benar memenuhi ekspektasi rasa orang-orang saat mereka makan daging. Ini adalah daging. Ini akan terasa seperti daging,” kata Stella.
Perusahaan rintisan asal Australia, Vow, menggunakan informasi genetika yang tersedia bagi publik tentang Mamut, lalu mengisi bagian yang hilang dengan data genetika kerabat terdekatnya yaitu gajah Afrika, dan memasukkannya dalam sel domba. Tim Noakesmith mengatakan dengan kondisi yang tepat di laboratorium, sel-sel menjadi berlipat ganda sehingga dapat digulung menjadi bakso.
Para pakar mengatakan jika teknologi ini diadopsi secara luas, maka akan sangat mengurangi dampak lingkungan dari produksi daging global di masa depan.
Singapura Setujui Daging Berbasis Sel Untuk Dikonsumsi
Tetapi jangan berharap daging buatan laboratorium ini akan dapat segera dinikmati dalam waktu dekat ini. Sejauh ini Singapura adalah satu-satunya negara yang menyetujui daging berbasis sel untuk dikonsumsi
Vow berharap pada akhir tahun ini sudah dapat menjual produk pertamanya di Singapura, yaitu daging puyuh Jepang yang dibudidayakan. “Ada perusahaan yang telah memasarkan makanan buatan laboratorium ini. Saya pikir orang akan melihat semakin banyak perusahaan yang membawa produk berbeda ke pasar. Jadi mungkin kelak Anda akan melihat foie-grass yang dibudidayakan, yang kini dibuat sebuah perusahaan di Eropa. Atau produk daging ayam buatan laboratorium yang dijual di Singapura. Soal kapan semua sistem daging akan diubah? Ini merupakan pertanyaan besar karena perubahan yang harus dilakukan juga sangat besar,” kata Stella Child.
Bakso Mamut adalah salah satu jenis daging buatan laboratorium dan belum dicicipi, bahkan oleh penciptanya sekalipun. Bakso Mamut ini tidak direncanakan untuk diproduksi secara komersil. Sebaliknya, bakso ini hanya disajikan sebagai sumber protein yang akan membuat orang-orang memulai diskusi tentang masa depan daging. [em/lt]
[ad_2]