[ad_1]
HalloKampus.com, Jakarta- Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada peningkatan jumlah aduan terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan tahun ini dibanding sebelumnya. Sepanjang periode 28 Maret hingga 28 April 2023, Kementerian Ketenagakerjaan menerima lebih dari 2.300 aduan terhadap 1.250-an perusahaan. Angka ini meningkat lebih dari 250-an aduan yang diterima pada tahun lalu.
Pengaduan terbanyak adalah pelanggaran perusahaan yang tidak membayar THR dengan total mencapai 1.200-an aduan. Disusul pengaduan pembayaran THR tidak sesuai ketentuan pemerintah, serta soal keterlambatan pembayaran THR.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi kebijakan wajib membayarkan THR dengan alasan masih terbebani dampak pandemi Covid-19.
“Kebanyakan rata-rata mereka mengalami kesulitan keuangan artinya situasi saat ini bagi perusahaan masih kesulitan dari sisi aspek keuangan sehingga dia tidak atau belum bisa memberikan THR tersebut padahal kita sudah mengeluarkan THR itu adalah hak pegawai, hak dari karyawan, hak dari pekerja yang harus ditunaikan,” kata Anwar kepada HalloKampus.com, Jumat (14/4/2023).
Anwar Sanusi mengatakan ada sanksi bagi perusahaan yang mengabaikan aturan pembayaran THR. Sanksi mulai dari teguran hingga rekomendasi pembekuan kegiatan yang berusaha. Sanksi diberikan sesuai tingkat pelanggaan yang dilakukan perusahaan.
Baca juga:
Buruh Tuntut Perusahaan Terbuka dan Transparan soal THR Lebaran
Kali Pertama, Ada THR bagi Guru ASN Daerah non-Penerima Tunjangan
Pelanggaran kasus THR paling banyak terjadi di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta tidak membantah masih belum optimalnya pengawasan terhadap perusahaan yang melarang larangan pembayaran THR di wilayahnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Hari Nugroho beralasan kekurangan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengatasi dan mengawasi setiap aduan yang diterima. Ia mengatakan sudah meminta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta untuk menambah personel yang mengalirkan aduan terkait THR.
Hari mencatat, ada hampir 750-an orang yang mengadukan pelanggaran THR yang tidak ditahan oleh lebih dari 400 perusahaan.
“Ini masih proses (tindak lanjut-red) ya, tentunya kan kita masih mediasi. Ini kan masalah sudah dari dulu. Numpuk, numpuk, numpuk. Ya masih tahap mediasi, mudah-mudahan diselesaikan. Nanti rencana akan dilaporkan khusus minggu depan,” ucap Hari kepada wartawan, Kamis, (27/04/2023).
Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Hari Nugroho mengatakan tahapan tindak lanjut aduan THR dimulai dari mediasi atau pihak yang mengadu dengan pihak teradu. Jika tidak menghasilkan kesepakatan, maka pemerintah daerah akan melakukan pemeriksaan hingga penjatuhan sanksi berupa teguran dan sanksi lainnya.
Sementara itu, kelompok buruh menilai pengawasan dan sanksi Kementerian Ketenagakerjaan terhadap kewajiban perusahaan membayar THR pekerja masih lemah. Padahal, THR merupakan hak buruh atau pekerja.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia FSPMI Riden Hatam Aziz mengatakan, belum maksimalnya pengawasan dan sanksi membuat tidak ada efek jera terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan pembayaran THR.
“Memang SDM pengawasan dari Kemenaker sampai di tingkat Disnaker Kota/Kabupaten itu lemah, jumlahnya sangat sedikit. Faktor inilah yang membuat perusahaan-perusahaan dalam tanda petik perusahaan nakal ini tidak membayarkan THR. Saya berharap betul pengawasan dari pemerintah (Disnaker) itu harus ketat, sesuai dengan undang-undang,” ujar Riden Aziz, Kepada HalloKampus.com, Senin (24/4/2023).
Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz meminta pemerintah bertindak tegas dan menginvestigasi atau mengaudit perusahaan-perusahaan yang tidak kunjung membayar THR maupun pelanggaran terkait THR lainnya.
Editor: Rony Sitanggang
[ad_2]
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.